Home Lingkungan Petani Tangerang Tergerus Oleh Pembangunan

Petani Tangerang Tergerus Oleh Pembangunan

Petani Tangerang Tergerus Oleh Pembangunan!!!

153
0
SHARE
Petani Tangerang Tergerus Oleh Pembangunan

Kabupaten Tangerang, yang terletak di Provinsi Banten, adalah salah satu wilayah yang paling pesat berkembang di Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, perubahan besar telah terjadi, terutama dalam hal alih fungsi lahan. Dulu, kabupaten ini dikenal dengan luasnya lahan pertanian yang menyokong kehidupan ribuan petani lokal, namun kini banyak tanah pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan perumahan dan kawasan komersial. Hal ini terjadi seiring dengan pesatnya urbanisasi dan perkembangan infrastruktur yang menghubungkan Tangerang dengan Jakarta, yang membuat permintaan akan hunian semakin meningkat. Sementara itu, di sisi lain, beralihnya lahan pertanian tersebut meninggalkan dampak yang cukup serius, baik bagi ketahanan pangan maupun bagi kelestarian lingkungan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tangerang, lahan pertanian di kabupaten ini terus mengalami penurunan. Pada tahun 2000, luas lahan pertanian di Kabupaten Tangerang tercatat sekitar 66.000 hektar, namun pada tahun 2020 luas lahan tersebut telah menyusut menjadi sekitar 47.000 hektar. Penurunan luas lahan pertanian ini seiring dengan makin meluasnya pembangunan perumahan dan infrastruktur. Proyek perumahan seperti di kawasan Cikupa, Panongan, dan Sepatan yang menawarkan harga terjangkau, semakin menjamur, menggantikan lahan pertanian yang sebelumnya menjadi sumber pangan lokal. Perubahan ini tidak hanya berdampak pada para petani yang kehilangan mata pencaharian, tetapi juga memperburuk ketahanan pangan lokal. Ketergantungan terhadap pasokan pangan dari luar daerah semakin meningkat, sementara produksi pangan lokal mengalami penurunan signifikan.

Salah satu dampak terbesar dari alih fungsi lahan ini adalah berkurangnya daerah resapan air. Sawah dan kebun yang memiliki kemampuan menyerap air hujan kini tergantikan oleh beton dan aspal yang tidak dapat menyerap air. Padahal, sawah memiliki fungsi penting dalam menahan air hujan, mengurangi limpasan air yang dapat menyebabkan banjir. Dengan beralihnya lahan pertanian menjadi kawasan perumahan dan komersial, aliran air hujan menjadi lebih cepat dan tidak dapat diserap dengan optimal. Hal ini menyebabkan banjir menjadi masalah yang semakin sering terjadi di daerah-daerah seperti Kecamatan Karawaci, Cipondoh, dan Kota Tangerang. Pada tahun 2022, misalnya, banjir yang terjadi di Kecamatan Karawaci disebabkan oleh tingginya curah hujan yang tidak bisa diserap oleh tanah yang telah dipenuhi oleh bangunan. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tangerang mencatat bahwa pada 2020, banjir melanda lebih dari 50 titik di kabupaten ini, dengan lebih dari 25.000 rumah terendam. Fenomena ini semakin diperparah dengan buruknya sistem drainase yang tidak dapat mengimbangi volume air yang terus meningkat.

Selain itu, hilangnya daerah resapan air juga mengancam kualitas air tanah. Dengan berkurangnya lahan yang bisa menyerap air hujan, banyak daerah di Kabupaten Tangerang mengalami penurunan tingkat kedalaman sumur yang digunakan oleh masyarakat. Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tangerang, beberapa kecamatan di Tangerang mengalami penurunan permukaan air tanah hingga 1 meter per tahun. Akibatnya, warga yang bergantung pada sumur untuk kebutuhan sehari-hari harus menghadapi kesulitan dalam mendapatkan air bersih. Penurunan kualitas dan kuantitas air tanah ini tentu saja mengancam kelangsungan hidup masyarakat yang berada di daerah-daerah yang terdampak.

Dalam menghadapi permasalahan ini, diperlukan adanya upaya yang lebih serius dari pemerintah dan masyarakat. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan memperketat kebijakan alih fungsi lahan, khususnya yang menyangkut lahan pertanian yang masih produktif. Pemerintah Kabupaten Tangerang dapat menerapkan regulasi yang membatasi konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian, dan sekaligus memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan. Salah satu pendekatan yang bisa diterapkan adalah dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan, seperti sistem drainase hijau, penanaman vegetasi di ruang terbuka hijau, dan pembuatan sumur resapan air untuk mengurangi dampak banjir. Selain itu, penting juga untuk memperkenalkan konsep pembangunan yang tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga pada pelestarian lingkungan hidup.

Pembangunan perumahan dan kawasan komersial memang tidak dapat dielakkan seiring dengan pertumbuhan populasi dan permintaan akan hunian yang semakin tinggi. Namun, tanpa adanya perencanaan yang matang, perubahan fungsi lahan ini akan berdampak buruk bagi keberlanjutan kehidupan di Kabupaten Tangerang. Mengingat potensi bencana alam seperti banjir yang semakin sering terjadi, sudah saatnya bagi seluruh pihak untuk berkolaborasi dan memikirkan solusi yang tidak hanya mengutamakan pembangunan infrastruktur, tetapi juga memperhatikan keseimbangan alam. Ke depan, Kabupaten Tangerang harus berupaya untuk mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungan, agar tidak hanya menciptakan kota yang modern, tetapi juga kota yang dapat bertahan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.